PERKEMBANGAN SENIMAN: ======================= CHRIS: Bagaimana seni di Indonesia bisa berkembang dengan baik? AFFANDI: Tidak peduli apakah pameran seni Indonesia diadakan di Indonesia atau di luar negeri. Kalau tidak ada pameran, maka seni Indonesia tidak akan dikenal. Kita juga harus memikirkan tentang mutu lukisannya. Misalnya, saya diundang untuk ambil bagian dalam kelompok yang mewakili Indonesia dalam Sao Paulo Brazilian Art Biennale. Kurator pemerintah dari Jakarta juga mengirimkan lukisan-lukisan seniman lain ke sana. Waktu saya tiba disana, saya kecewa dengan mutu lukisan yang dikirim dari Indonesia. Semuanya jelek. Saya tanya kuratornya mengapa tidak mengirim lukisan yang terbaik sayang sekali dia tidak mengerti apa-apa tentang Biennale inilah tempat untuk menunjukkan karya yang terbaik dan terkuat dalam dunia seni. Waktu pameran itu dibuka dan banyak kritikus dan wartawan yang datang mewawancarai saya, dan mereka menulis banyak tentang saya karena saya membawa karya-karya terbaik saya; dan untungnya saya tahu Biennale ini adalah sebuah wadah kompetisi, bukan hanya pameran resmi. Bisa dibilang, pameran itu gagal untuk Indonesia. Tidak ada lukisan yang menang. | Portet Diri dan 7 Matahari 1950 Cat minyak diatas kanvas. Saat berada di India merasakan panas teriknya matahari, serasa 7 matahari membakar kepalaku. |
Biennale berikutnya diadakan di Italy. Sekali lagi Indonesia diundang tapi
panitianya hanya mengundang satu pelukis, yang bernama Affandi,
yang lukisannya pernah dipamerkan di Brazil. Hanya saya yang dapat undangan.
Saya memenangkan satu hadiah disana, tapi saya beruntung karena seniman- seniman
besar, seperti Picasso, tidak ikut dalam Biennale itu.
panitianya hanya mengundang satu pelukis, yang bernama Affandi,
yang lukisannya pernah dipamerkan di Brazil. Hanya saya yang dapat undangan.
Saya memenangkan satu hadiah disana, tapi saya beruntung karena seniman- seniman
besar, seperti Picasso, tidak ikut dalam Biennale itu.
CHRIS: Bagaimana mulainya ASRI Yogya (institut seni) pada tahun '40an?
AFFANDI: Banyak anak desa yang datang ke Yogya untuk belajar menggambar.
Beberapa kelompok seniman memutuskan untuk bekerja sama membangun sebuah
gedung pameran. Semuanya biayanya ditanggung oleh kelompok-kelompok ini.
Setelah itu, pemerintah membangun sebuah gedung untuk Akademi Seni.
Seniman dari kelompok-kelompok inilah yang ditunjuk untuk menjadi pengajar disana.
Hendra, saya dan lainnya ikut terpilih. Kami harus menerimanya, walaupun kami tidak mau.
Kami tidak bisa mengajar karena kami seniman, bukan guru. Kami memulai institusi ini.
Kami sudah katakan bahwa kami tidak akan lama disini.
Kalau asisten kami sudah bisa mengajar, maka mereka yang akan meneruskan.
AFFANDI: Banyak anak desa yang datang ke Yogya untuk belajar menggambar.
Beberapa kelompok seniman memutuskan untuk bekerja sama membangun sebuah
gedung pameran. Semuanya biayanya ditanggung oleh kelompok-kelompok ini.
Setelah itu, pemerintah membangun sebuah gedung untuk Akademi Seni.
Seniman dari kelompok-kelompok inilah yang ditunjuk untuk menjadi pengajar disana.
Hendra, saya dan lainnya ikut terpilih. Kami harus menerimanya, walaupun kami tidak mau.
Kami tidak bisa mengajar karena kami seniman, bukan guru. Kami memulai institusi ini.
Kami sudah katakan bahwa kami tidak akan lama disini.
Kalau asisten kami sudah bisa mengajar, maka mereka yang akan meneruskan.
CHRIS: Pada awalnya, apa yang mempengaruhi gaya anda? Van Gogh? AFFANDI: Saya menyukai garis-garis lengkung karena ini datang dari perasaan yang saya dapatkan dari Wayang Kulit. Kalau anda amati wayang kulit, anda bisa melihat tidak ada garis lurus di situ. Walaupun kelihatan lurus tegak tapi dari atas sampai bawah, penuh berisi garis-garis lengkung. Umur saya sekarang 76 tahun, tapi dari kecil saya selalu suka pertunjukkan wayang kulit. Saya suka seni tradisionil seperti ini. Saya bisa duduk menonton wayang dari sore sampai pagi. Saya suka duduk di samping Pak Dalang, memberikan wayang apa yang dia perlukan. Melalui kecintaan akan wayang inilah saya mulai melukis. Saya jarang menggunakan objek pemandangan atau abstrak. Saya melihat seni di Amerika banyak menggunakan garis-garis lurus. Waktu saya di Amerika, karena apa yang saya lihat disana, karya-karya saya menjadi tidak jujur. Saya tidak suka karya-karya itu. Dibandingkan dengan di Eropah, dimana periode French Baroque penuh dengan garis-garis lengkung. Mungkin ketinggalan jaman, tapi saya suka lengkungan. | Wisdom of the East, 1967, fresco mural |
CHRIS: Pengaruh dari layar wayang mungkin juga mempengaruhi kebutuhan
anda dengan kanvas yang besar. Drama dalam lukisan anda juga mirip.
Bagaimana dengan realisme sebagai tujuan untuk anda sendiri?
AFFANDI: Saya, sebagai pelukis, tidak suka kemiripan terhadap kenyataan.
Saya akan tunjukkan bagaimana saya melukis, kenapa dan semuanya.
Sejak dari mula saya tidak suka lukisan naturalisme atau realisme.
Faktor pertama yang penting dalam melukis adalah objeknya.
Awalnya, objek realisme saya ditentukan oleh objek itu sendiri.
Misalnya, kalau saya mau melukis ibu saya, maka objek itu yang mengendalikan
apa yang harus saya lukis. Kalau objeknya berubah, misalnya ada nyamuk yang
hinggap di hidung ibu saya, maka lukisannya juga berubah sesuai dengan objeknya.
anda dengan kanvas yang besar. Drama dalam lukisan anda juga mirip.
Bagaimana dengan realisme sebagai tujuan untuk anda sendiri?
AFFANDI: Saya, sebagai pelukis, tidak suka kemiripan terhadap kenyataan.
Saya akan tunjukkan bagaimana saya melukis, kenapa dan semuanya.
Sejak dari mula saya tidak suka lukisan naturalisme atau realisme.
Faktor pertama yang penting dalam melukis adalah objeknya.
Awalnya, objek realisme saya ditentukan oleh objek itu sendiri.
Misalnya, kalau saya mau melukis ibu saya, maka objek itu yang mengendalikan
apa yang harus saya lukis. Kalau objeknya berubah, misalnya ada nyamuk yang
hinggap di hidung ibu saya, maka lukisannya juga berubah sesuai dengan objeknya.
Faktor kedua yang penting adalah Mata Saya Harus Terus Terbuka supaya saya
bisa membuat lukisan yang realis dan natural. Setelah beberapa tahun belajar realisme,
guru saya Pak Saffei Sumarja yang melihat lukisan saya, mengatakan
“Pak Affandi, anda sudah membuktikan bahwa anda mengerti dan bisa membuat
lukisan realisme. Sekarang, terserah anda kalau anda mau melukis dengan gaya anda sendiri.”
Saya memutuskan untuk meninggalkan realisme dan kembali ke ide awal saya.
bisa membuat lukisan yang realis dan natural. Setelah beberapa tahun belajar realisme,
guru saya Pak Saffei Sumarja yang melihat lukisan saya, mengatakan
“Pak Affandi, anda sudah membuktikan bahwa anda mengerti dan bisa membuat
lukisan realisme. Sekarang, terserah anda kalau anda mau melukis dengan gaya anda sendiri.”
Saya memutuskan untuk meninggalkan realisme dan kembali ke ide awal saya.
Waktu lukisan saya baru selesai, bentuknya masih belum jelas karena saya belum
mengenal objeknya dengan baik. Kalau saya tidak puas, saya tinggalkan, sampai
saya sudah mendalami dan menemukan sesuatu yang lain dari objek itu.
Ketika saya sudah bisa menyatu dengan objek itu, maka saya bisa mulai lagi.
Itulah cara saya melukis.
mengenal objeknya dengan baik. Kalau saya tidak puas, saya tinggalkan, sampai
saya sudah mendalami dan menemukan sesuatu yang lain dari objek itu.
Ketika saya sudah bisa menyatu dengan objek itu, maka saya bisa mulai lagi.
Itulah cara saya melukis.
0 comments:
Post a Comment